Oki Setiana Dewi - Pengertian Ghuluw secara bahasa adalah menambahkan, meninggikan, dan melampaui batas serta kadar ukuran yang biasa pada segala sesuatu, atau berlebihan padanya, seperti kalimat “ghola fiddin wal amru yaghlu”. Kalimat ini artinya adalah melampaui batas. (lihat Lisanul Arab juz 15 hal 131-132)
|
Pengertian Ghuluw dan Bantahan Wahabi Tentang Pujian Berlebihan Kepada Nabi |
Adapun al-ghuluw secara istilah adalah model atau tipe dari keberagamaan yang mengakibatkan seseorang keluar dari agama tersebut. (lihat Lisanul ‘Arab juz 15 hlm. 131, 132)
Secara syariat, Al-ghuluw artinya adalah melampaui batas dan kadar (ukuran). Sehingga setiap orang yang mengatakan kenabian untuk orang yang bukan Nabi atau menuhankan manusia, atau mengakui kepemimpinan seseorang yang bukan pemimpin, maka ia layak untuk dikatakan sebagai orang yang telah berbuat Al-Ghuluw. (lihat az-Zinah Fi al-Kalimat al-Islamiyah al-‘Arabiyah, hlm. 305 dan 354.)
Imam Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, "Al-ghuluw adalah berlebihan dalam sesuatu dan bersikap keras padanya dengan tindakan melampaui batasan sesuatu tersebut. Dan pada al-ghuluw juga terkandung makna memperdalam." (lihat Fathul Bari juz 13 hlm. 291). Berlebihan di sini artinya melampai batas ukuran yang ditetapkan atau diakui oleh syari’at dalam masalah-masalah agama. (lihat Al-Ghuluw karangan ‘Ali Asy-Syibl, hlm. 22).
Penganut dan pengikut wahabi talafi melontarkan tuduhan berlebihan kepada mayoritas umat muslim yang memuji-muji Rasul Saw yang biasa dilakukan di majlis-majlis maulid atau majlis lainnya. Entah kenapa mereka begitu alergi jika Baginda Nabi Saw dipuji-puji.
Seolah telinga-telinga mereka merasakan kepanasan yang luar biasa saat mendengar pujian yang indah untuk Rasulullah Saw hingga Berani menuduh kaum muslimin telah melakukan Ghuluw atau berlebihan (kultus) kepada Nabi Saw. Mereka tak mampu membedakan mana ghuluw dan mana pujian yang memang patut dikatakan untuk Rasulullah Saw. Padahal Allah Swt telah memuji Nabi-Nya itu dengan pujian-pujian agung
Hadits Larangan Memuji Nabi Kelompok wahabi mengatakan kalau memuji dan menyanjung Nabi Muhammad secara berlebihhan bisa mengarah kepada kemusyrikan dan telah melakukan praktik bid’ah dalam agama Islam yang sekaligus melanggar Sunnah Sayyidil Mursalin, Muhammad Saw.
Dalil yang biasa mereka pakai adalah hadits larangan memuji secara berlebihan kepada Rasulullah di bawah ini,
Artinya: "Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku seperti kaum Nasrani yang berlebihan dalam memuji putra Maryam. Aku hanyalah hamba Allah, maka katakanlah (mengenaiku) 'Hamba Allah dan Rasul-Nya' " (HR. Bukhari).
Padahal, jika mau terus meneliti, dalam hadits larangan memuji Nabi tersebut, Rasulullah tidak menggunakan kalimat, "laa tamdahuuni" atau "laa tahmaduuni", yang artinya "janganlah kalian memujiku".
Kalimat yang digunakan Nabi dalam hadits ghuluw tersebut adalah "laa tathruuni" (لا تطروني) yang bermakna al-mubalagah fil madhi (lihat Kamus al-Ma’ani bab Ithra), yakni berlebihan di dalam pujian. Jadi, arti hadits ghuluw tersebut adalah "janganlah kalian berlebihan di dalam memujiku".
Lalu apa dan bagaimana batasan pujian yang berlebihan itu? Ini yang di kalangan wahabi tidak ada standar jelas. Padahal, Nabi sudah memberikan batasan yang jelas mengenai pujian yang berlebihan kepada beliau itu.
Ini soal redaksi awal hadits ghuluw tersebut. Coba kita perhatikan lanjutan haditsnya
Artinya: "…seperti kaum Nasrani yang berlebihan dalam memuji putra Maryam. Aku hanyalah hamba Allah, maka katakanlah (mengenaiku) 'Hamba Allah dan Rasul-Nya'"
Dalam hadits tentang ghuluw di atas, kita dilarang memuji Nabi Saw seperti pujian kaum Nasrani kepada Nabi Isa yang berlebihan menganggap sebagai anak Tuhan atau Tuhan. Akan tetapi, pujilah Nabi Saw dengan pujian yang tidak sampai mengultuskan (memutuskan) beliau dari statusnya sebagai hamba Allah yang punya sifat manusiawi dan juga kerasulannya yang harus diimani.
Ayat-Ayat Qur'an yang Memuji Rasulullah Bagaimana kelompok ekstrimis takfiri itu menuduh kaum muslimin para pecinta Rasulullah Saw yang membaca maulid, bersholawat dan sebagainya sebagai tindakan berlebihan dalam memuji Nabi? Apakah memang hati mereka sudah diselimuti kebencian Kepada Rasulullah Saw. Padahal Allah Swt juga memuji Baginda Rasul.
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan padanya" (QS. Al-Ahzab: 56).
Maksud dan tujuan ayat di atas adalah Allah Swt memberitakan kepada kita tentang kedudukan hamba-Nya, Nabi-Nya (Muhammad) yang agung dan paling utama dibanding para malaikat di sisi Allah. Dan para malaikat pun memuji Kanjeng Nabi.
Allah Swt juga memerintahkan pada seluruh penduduk alam bawah (bumi) untuk bersholawat serta mengirim salam kepada Nabi agar sholawat salam padanya tergabung dari langit dan bumi. Lihat keterangan tafsir ayat di atas dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir: 6/457.
Ibnu ‘Abbas ra. juga mengatakan "Allah dan para malaikat bersholawat itu artinya Allah Swt dan para malaikat memberi berkah, dua arti ini yang dicatat oleh Imam Bukhori. (lihat Shahih Bukhori: 8/532).
Pertanyaanya, apakah termasuk ghuluw jika kita memuji berlebihan kepada manusia mulia yang sangat dicintai oleh Allah Swt. Manusia ya, bukan Tuhan. Nabi tetap manusia, bukan pencipta alam. Ini yang harus diingat oleh kalangan wahabi ngacau itu.
Kita bisa simak kembali bagaimana Allah sang Pencipta langit dan bumi ini memuji Baginda Nabi Muhammad shallahu alaihi wa sallam.
"Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Qalam: 4)
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar menunjukkan pada jalan yang lurus" (QS. Al-Ahzab: 52)
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung"
Kata-kata "agung" dari Allah yang Maha Agung dalam ayat-ayat di atas, memiliki makna yang besar dan tidak bisa dijangkau batasnya oleh alam pikiran kita. Artinya kita bebas untuk menisbatkan sifat-sifat kesempurnaan makhluk bagi Nabi Saw tanpa batas, kecuali menjadikan beliau sebagai Tuhan, karena setinggi apapun pujian kita, tak akan mampu menandingi pujian Allah Swt kepada Rasulullah Saw. Silakan baca lagi ayat selanjutnya ini:
Artinya: "Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang Rasul dari golongan kalian sendiri, terasa berat baginya penderitaan kalian, ia sangat mengharapkan kebaikan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian. Amat belas kasihan lagi penyayang bagi umat mukmin." (QS At-Taubah: 128).
Lihatlah, dalam ayat di atas Allah Swt menyematkan dua Asma-Nya untuk Rasulullah Saw, yaitu Rauuf dan Rahiim (pengasih dan penyayang). Tapi jangan dipahami bahwa sifat kasih dan sayang Nabi Saw dalam ayat tersebut lalu dianggap menandingi sifat kasih dan sayang Allah Swt. Raouuf dan Rahiim kanjeng Nabi tetap dalam batasan kemanusiawiaan. Ini Allah yang menyebut demikian. Bukan manusia.
Pujian Berlebihan dari Para Sahabat Kepada Nabi Salah satu Sahabat yang juga memuji Nabi Saw secara berlebihan adalah Hassan ibn Tsabit, terangkum dalam syair (puisi) di bawah ini. Diambil dari Diwan Hassan bin Tsabit: 1/2. Silakan dibaca dengan cermat, ada yang menyebut Nabi sebagai Tuhan tidak?
Orang yang bersinar wajahnya dan ada cap kenabian | Dari Allah yang terlihat cemerlang.
Allah menggabungkan nama beliau dengan nama-Nya | Ketika muadzin mengucap Asyhadu 5 kali sehari
Sebagai penghormatan, dari nama-Nya Tuhan memberikan kepada Nabi | Maka Tuhan pemilik ‘arsy itu Dzat yang dipuji dan beliau orang yang banyak dipuji.
Beliau adalah Nabi yang datang setelah masa kekosongan | Dari para rasul, pada saat arca-arca disembah di muka bumi.
Beliau adalah pelita yang menyinari dan petunjuk | Yang mengkilap bak pedang India.
Beliau mengancam dengan neraka dan memberi kabar bahagia dengan sorga | Dan mengajarkan Islam kepada kami, maka hanyalah untuk Allah segala pujian.
Wahai pilar penyangga dan pelindung orang yang berlindung | tempat orang meminta bantuan dan tetangga bagi yang berdampingan.
Wahai orang yang dipilih Tuhan untuk makhluk-Nya | Allah telah memberimu perilaku yang bersih dan suci
Engkau adalah Nabi dan sebaik-baik keturunan Adam | Wahai orang yang berderma laksana limpahan samudera yang pasang.
Mikail dan Jibril senantiasa bersamamu | sebagai bantuan dari Dzat Yang Maha Perkasa dan Kuasa untuk menolongmu. Sababat lain yang juga tercatat pernah memuji Nabi dalam bentuk syair indah adalah Shafiyyah binti ‘Abdil Muththallib. Dalam puisi berbait ini, ia menyebut-nyebut kebaikan Rasulullah SAW:
Wahai Rasulullah, engkau adalah harapan kami | Engkau baik pada kami dan tidak kasar
Engkau pengasih, pembimbing dan pengajar | Hendaklah menangis sekarang orang yang ingin menangis
Engkau jujur, engkau telah menyampaikan risalah dengan jujur | Engkau telah melemparkan kayu salib yang mengkilap
Ibu, bibi, paman, ayah, | diriku dan hartaku menjadi tebusan untuk Rasulullah
Sungguh, aku tak menangisi kematian Nabi | Namun aku khawatir akan datangnya kekacauan
Di hatiku seolah-olah ada ingatan Muhammad | Sesudah kematian beliau, aku tak takut pada kesusahan yang terpendam
Jika Allah mengekalkan Nabi kami | Kami akan bahagia, tapi urusan beliau telah berlalu
Salam dari Allah untukmu, sebagai ungkapan penghormatan | Engkau telah dimasukkan ke surga ‘Adn dengan suka cita
Wahai Fathimah, Allah Tuhan Muhammad | telah menyampaikan shalawat atas kuburan yang berada di Thaibah.
Sababat Nabi yang lain bernama Ka’b ibn Zuhair juga menyanjung Nabi dalam qasidah populernya, yang prolognya sebagai berikut:
Su’ad telah bercerai maka hatiku kini merasa sedih, | diperbudak dan terbelenggu.Pengaruhnya tak bisa ditebus
Aku dikabari bahwa Rasulullah menjanjikanku | Ampunan dapat diharapkan di sisi Rasulullah.
Sungguh Rasulullah adalah cahaya yang menyinari | Laksana pedang India dari beberapa pedang Allah, yang terhunus.
Dalam kelompok suku Qurays di mana salah satu mereka berkata | Di dalam Makkah saat masuk Islam mereka berhijrah.
Mereka berjalan seperti unta yang berkemilau | Mereka terlindungi oleh pukulan saat orang-orang negro yang pendek berusia lanjut. Dalam narasi selain puisi atau syair, sahabat Sariyah pun pernah memuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini kalimat dari Sariyah:
Artinya: "Tidak ada seeokor unta pun yang membawa seseorang di atas punggungnya, yang lebih baik dan menepati janjinya daripada Muhammad".
Jika mau menyebut satu persatu, akan bbanyak kita temukan pujian-pujian para sahabat yang dialamatkan kepada Nabi Muhammad Saw, sehingga Nabi Saw pun senang mendengarnya. Ini semua membuktikan bahwa memuji Baginda Nabi Saw dengan pujian setinggi-tingginya, sangat diperbolehkan.
Apalagi jika kita merujuk nama Nabi, yaitu Muhammad, bentuk isim maf’ul dari kata Hammada Yuhammidu Tahmiidan, yang secara bahasa artinya "yang banyak dipuji". Setidaknya, fakta nama Kanjeng Nabi tersebut adalah isyarat kuat bahwa memang beliau pantas untuk selalu dipuji kaum muslimin maupun yang bukan.
Wahabi Justru Ghuluw Kepada Syeikh nya Fakta yang terjadi di kalangan wahabi-salafi, justru mereka telah melakukan ghuluw (berlebihan) ketika memuji syaikh mereka sendiri, dan seolah biasa-biasa saja ketika menyebut nama mulia Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, berikut buktinya.
Di dalam muqaddimah kitab At-Tamhid li Syarh Kitab at-Tauhid (hlm.3), karya Muhammad bin Abdul Wahhab, yang dikarang oleh Shaleh bin Abdul Aziz Aalu Syaikh ditulis begini:
Artinya: "Kitab ini –kitab Tauhid- antara karya seorang imam, yang memperbaiki, sang pembaharu, guru Islam dan kaum muslimin, Muhammad bin Abdul Wahhab –semoga Allah merahmatinya- cukup dari pengenalan, dikarenakan Allah Ta’ala telah menjadikan dakwahnya pengaruh manfaat bagi seluruh pelosok di muka bumi ini. Baik yang ada di Timur, Barat, Utara ataupun Selatan. Hal ini tidak diragukan lagi, karena dakwah beliau –semoga Allah merahmatinya- adalah untuk menghidupkan dakwah Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam".
Coba perhatikan perilaku wahabi ini, ia menyebutkan nama Muhammad bin Abdul Wahhab dengan sebutan dan pangkat yang begitu hebat dan tinggi dengan kalimat -Rahimahullah- berulang-ulang tiap kali namanya disebut.
Akan tetapi, coba Anda perhatikan, ketika wahabi ini menyebut nama makhluk Allah yang paling mulia ini (Baginda Nabi Muhammad), justru tidak menyebutnya sebelumnya dengan sebutan pangkat Nabi Saw, yang tinggi dan mulia. Bahkan disebut lebih tinggi dan mulia dari pangkat Muhammad bin Abdil Wahhab.
Padahal Allah sendiri telah memerintahkan kita agar tidak menyebut Nama Nabi Muhammad seperti sebutan atau panggilan kita dengan sesama kita yang lainnya. Naudzubillahi min dzaalika. Lalu, siapa yang sebenarnya bersikap ghuluw? [
Oki Setiana Dewi]
Dari :
http://www.dutaislam.com/2015/12/pengertian-ghuluw-dan-bantahan-wahabi-tentang-pujian-berlebihan-kepada-nabi.html